"Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya" (bdk. Flp 1 : 6)

Kapan anda mengikuti Ekaristi di Gereja San Inigo Dirjodipuran?

Selasa, 15 Februari 2011

Jadwal Misa Gereja San inigo Dirjodipuran Surakarta

Paroki San Inigo Dirjodipuran - Gajahan, Solo
Jl. AM. Sangaji No. 27, Surakarta, Jawa Tengah 57115 Telp. (0271) 656261
Misa Harian: 05.30 (bhs. Indonesia)
Jumat Pertama: 05.30, 17.30 (bhs. Indonesia)
Sabtu Sore: 17.30 (bhs. Jawa)
Minggu: 06.00, 08.00, 17.30 (bhs. Indonesia)

Selasa, 08 Februari 2011

Kisah Savto Ignatius Loyola





Pendiri Serikat Yesus yang terkenal ini dilahirkan pada tahun 1491. Ia berasal dari keluarga bangsawan Spanyol. Ketika masih kanak-kanak, ia dikirim untuk menjadi abdi di istana raja. Di sana ia tinggal sambil berangan-angan bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi seorang laskar yang hebat dan menikah dengan seorang puteri yang cantik. Di kemudian hari, ia sungguh mendapat penghargaan karena kegagahannya dalam pertempuran di Pamplona. Tetapi, luka karena peluru meriam di tubuhnya membuat Ignatius terbaring tak berdaya selama berbulan-bulan di atas pembaringannya di Benteng Loyola. Ignatius meminta buku-buku bacaan untuk menghilangkan rasa bosannya. Ia menyukai cerita-cerita tentang kepahlawanan, tetapi di sana hanya tersedia kisah hidup Yesus dan para kudus. Karena tidak ada pilihan lain, ia membaca juga buku-buku itu. Perlahan-lahan, buku-buku itu mulai menarik hatinya. Hidupnya mulai berubah. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka adalah orang-orang yang sama seperti aku, jadi mengapa aku tidak bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan?” Semua kemuliaan dan kehormatan yang sebelumnya sangat ia dambakan, tampak tak berarti lagi baginya sekarang. Ia mulai meneladani para kudus dalam doa, silih dan perbuatan-perbuatan baik. 

St. Ignatius harus menderita banyak pencobaan dan penghinaan. Sebelum ia memulai karyanya yang hebat dengan membentuk Serikat Yesus, ia harus bersekolah. Ia belajar tata bahasa Latin. Sebagian besar murid dalam kelasnya adalah anak-anak, sementara Ignatius sudah berusia tiga puluh tiga tahun. Meskipun begitu, Ignatius pergi juga mengikuti pelajaran karena ia tahu bahwa ia memerlukan pengetahuan ini untuk membantunya kelak dalam pewartaannya. Dengan sabar dan tawa, ia menerima ejekan dan cemoohan dari teman-teman sekelasnya. Selama waktu itu, ia mulai mengajar dan mendorong orang lain untuk berdoa. Karena kegiatannya itu, ia dicurigai sebagai penyebar bidaah (=agama sesat) dan dipenjarakan untuk sementara waktu! Hal itu tidak menghentikan Ignatius. “Seluruh kota tidak akan cukup menampung begitu banyak rantai yang ingin aku kenakan karena cinta kepada Yesus,” katanya. 
Ignatius berusia empat puluh tiga tahun ketika ia lulus dari Universitas Paris. Pada tahun 1534, bersama dengan enam orang sahabatnya, ia mengucapkan kaul rohani. Ignatius dan sahabat-sahabatnya, yang pada waktu itu masih belum menjadi imam, ditahbiskan pada tahun 1539. Mereka berikrar untuk melayani Tuhan dengan cara apa pun yang dianggap baik oleh Bapa Suci. Pada tahun 1540 Serikat Yesus secara resmi diakui oleh Paus. Sebelum Ignatius wafat, Serikat Yesus atau Yesuit telah beranggotakan seribu orang. Mereka banyak melakukan perbuatan baik dengan mengajar dan mewartakan Injil. Seringkali Ignatius berdoa, “Berilah aku hanya cinta dan rahmat-Mu, ya Tuhan. Dengan itu aku sudah menjadi kaya, dan aku tidak mengharapkan apa-apa lagi.” St. Ignatius wafat di Roma pada tanggal 31 Juli 1556. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV. 



Marilah pada hari ini kita berdoa dengan menggunakan kata-kata St. Ignatius dari Loyola, “Berilah aku hanya cinta dan rahmat-Mu, ya Tuhan. Dengan itu aku sudah menjadi kaya, dan aku tidak mengharapkan apa-apa lagi.http://www.gerejakatolik.net/santa/stignatiusloyola.htm

Jumat, 04 Februari 2011

SEJARAH GEREJA PAROKI SAN INIGO DIRJODIPURAN

SEJARAH GEREJA  SAN INIGO DIRJODIPURAN 

Sesungguhnya nama Dirjodipuran bagi penduduk Solo atau Surakarta tidak banyak dikenal. Dirjodipuran dahulu adalah suatu tempat tinggal bangsawan bernama R. M.T. Dirjodipuro,dan tempat tinggalnya dinamakan Dirjodipuran. Karena di tempat ini, yakni”Dalem Dirjodipuro pada tahun 1963, umat beriman disekitarnya mengadakan Ekaristi setiap hari jumat pertama dan kemudian hari Minggu yang di persembahkan oleh room Prawirosuprapto, SJ.Selanjutnya sejak tahun 1966 sampai sekarang, gereja paroki ini disebut Gereja San Inigo Dirjodipuran Surakarta.

Jemaat Perdana

Pada tahun 1966 jumlah umat Paroki Purbayan bertambah banyak. Meskipun tiap hari Minggu sudah diadakan Ekaristi 4 kali, Gereja St. Antonius Purbayan terlihat penuh sesak sehingga banyak umat yang terpaksa berdiri. Maka Rm. Harsowijoyo, SJ merencanakan mengadakan Ekaristi wilayah bagian selatan Solo untuk mengatasi berjubelnya umat di gereja St. Antonius Purbayan yang mirip peti kemas kelebihan barang.Kemudian Bapak P. Madisiswoyo sebagai pamong umat Gajahan mengajak Ign Sukardi meminta izin menggunakan rumah ibu R.A.Dirjidipuro yang hanya ditempati putra sulungnya dan para abdinya sebagai tempat Ekaristi umat stasi. Pada hari Minggu pertama tanggal 4 September 1966 dimulailah Ekaristi Kudus pertama bertempat di pendopo Dirjodipuran yang sejak beberapa tahun dihentikan. Mula-mula jumlah umat sekitar 200 orang dan pada akhir tahun 1966 berjumlah sekitar 300 orang.
Dari dalam Ekaristi di Dirjodipuran itulah mengalir rahmat persaudaraan di antara umat.Mereka sehati dan sejiwa.Dalam setiap perayaan Ekaristi kudus tersebut tikar – tikar di gelar, dan dingklik-dingklik digotong dari SD Kanisius Serengan yang pada waktu itu dipimpin oleh Ibu C. Warsiti. Untuk membangun jemaat dibentuklah satu dewan stasi sementara yang diketuai oleh bapak  R.S. Mardisiswoyodan penulisnya adalah Bapak P. C. Sutikno.Dewan Stasi inilah yang mengkoordinasikan umat untuk mengusahakan tambahan dingklik dan mengusahakan dana dari kringkring yang telah ada.Besama  Romo Dewan Stasi berusaha mencari tanah untuk gereja. Pada bulan Januari 1967 (alm) Rm. Harsowijoyo SJ meninggalkan umat karena mendapat tugas baru di Jakarta,penggantinya yakni (alm) Rm.Verouge SJ yang ternyata hanya sementara mendampingi umat sehingga membangun gereja bagi umat masa itu masih sebagai” The Impossible Dream”.
Dalam laporannya kepada Keuskupan Agung Semarang pada tahun 1984, Bp.Y. Sri Wirasmo menuliskan bahwapada mulanya masih banyak umat yang enggan mengikuti Perayaan Ekaristi di Dirjodipuran sebab keadaan “pendopo” sudah tua dan sederhana. Bila hujan gentingnya bocor,tempat duduknya hanya tikar dan dingklik panjang,organ yang di pakai adalah orgel genjot yang sudah tua dan mudah rusak; hal itu menyebabkanibadat tidak menarik dan tidak khidmat. Pada tanggal 22 April 1967 Rm. L. Sugiri van de Heuvel SJ ditugasi penuh untuk mendampingi umat mengembangkan stasi Dirjodipuran. Imam yang ramah tmah, lincah yang terhafal nama-nama umatnya dandicintai umat ini berhasil mengatasi kesulitan yang dihadapi.Banyak orang tersapa dan semakin banyak yang ingin di baptis dan mau berkumpul dalam ibadat bersama .
Maka mulai tanggal 11 Februari 1968 diadakan Ekaristi 2 kali. Upacara Pekan Suci 1968 sudah diadakan secara lengkap. Namun, masih ada hal yang memprihatinkan, ialah belum dimilikinya tanah untuk mendirikan gereja sendiri. Pada tanggal 9 Juni 1968 Bapa Kardinal Y. Darmoyuwono berkenan mendengar hati umat ketika berkunjung ke Dirjodipuran dalam Sakramen Krisma pada 300 orang.Menurut Bp. Ign. Sukardi dari lingkungan Gajahan salah satu syarat pembelian yang di ajukan Ibu R.A. Dirjodipuro mohon agar nama gereja yang didirikan tetap mencamtumkan nama Dirjodipuran.
Selanjutnya Rm. L. Sugiri menulis dalam suratnya bertanggal 19 Juni 2000 kepada panitia. Umat yang sebagian berkultur Jawa – Solo ini memang ingin memelihara bahasa dan budayanya dengan menggunakan serta membaptisnya dalam liturgy peribadatan. Bahasa Jawa di pakai dalam Perayaan Ekaristi pada Sabtu sore dan bahasa Indonesia pada hari Minggu. Pada saat tertentu diiringi gamelan. Panitia Persiapan Dewan Paroki dibentuk tanggal 27 Agustus 1967. Dan pada akhirnya lahirlah paroki San Inigo Dirjodipuran pada tanggal 12 Oktober 1969 dengan susunan pengurus sebagai berikut: Ketua Rm. L. Sugiri SJ, Wakil ketua Rm. Santobudoyo SJ, Wakil koord Bp. St. Joewono. Luas wilayah pelayanan terdiri dari 11 wilayah meliputi daerah Solo selatan dan sebagian daerah Kabupaten Sukoharjo.

Mewujudkan The Impossible Dream

Pada tanggal 27 Juli 1968 Pengurus Yayasan Gereja dan Papa Miskin San Inigo Surakarta membeli tanah Dirjodipuran seluas 2155m dengan bangunanya  seharga 2.400.000,00, akte jual beli No.34./Db/1968 oleh pejabat Pembuat Akte Tanah R. Sugondo Untuk meningkatkan kinerja  pada th. 1972 dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja yang ke dua.Pembangunan gereja di laksanakan tiga tahap sesuai dengan keadaan keuangan. Tahap pertama pada tahun 1974. Tahap kedua, pembangunan gedung baru dengan kerangka beside sebelah utara bangunan Joglo. Tahap ketiga adalah pembangunan kapel, tempat sepeda, ruang kegiatan mudika, pemugaran pendopojoglo. Akhirnya gereja San Inigo dengan total biaya ± 22,5 juga selesai dibangun tahun 1976.  Puncak kebahagiaan itu adalah saat diadakan peresmian dan pemberkatan gereja San Inigo Dirjodipuran oleh Bapak Kardinal Darmoyuwono pada hari Minggu, 12 Desember 1976.

Pembangunan gereja tahun 2000

Arsitek Gereja San Inigo adlah putra oaroki sendiri. Bangunan gereja induk mempunyai luas lantai 904 m. Daya tampungnya 950 orang. Sedangkan gereja joglo dulu hanya 750 orang.Salib di puncak gereja setinggi 28,5 meter,dan terbuat dari bahan stainless steel sumbangan dari ATMI Sala.Genting gereja bukan dari genting tanah liat melainkan dari genting metal,itu lebih baik karena lebih ringan dan tidak mudah bocor.Setelah atap dan genting selesai dikerjakan mulai pengerjaan dalam.Gaya interior altar ingin diperlihatkan adanya nuansa Jaawa karena gereja San Inigo dekat dengan lingkungan keraton.

GAMBAR SANTO IGNATIUS LOYOLA